Pemiluterang.com – Mahkamah Konstitusi (MK) mencatat sebanyak 294 permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah atau sengketa Pilkada 2024 hingga satu hari sebelum pendaftaran resmi ditutup.
Berdasarkan data yang dihimpun hingga Selasa pukul 12.00 WIB, permohonan tersebut mencakup pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota di berbagai wilayah Indonesia.
Berdasarkan pantauan dari laman resmi MK, sengketa terkait pemilihan gubernur mencapai 17 permohonan.
Sementara itu, sengketa pemilihan bupati mendominasi dengan total 228 permohonan, dan sengketa pemilihan wali kota menyusul dengan 49 permohonan.
Jumlah ini diperkirakan masih akan bertambah menjelang batas akhir pendaftaran pada 18 Desember 2024, sesuai ketentuan Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024.
Permohonan sengketa pemilihan gubernur datang dari berbagai daerah seperti Sulawesi Tengah, Papua Barat Daya, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Papua Selatan, dan Sumatera Utara.
Hal ini menunjukkan tingginya dinamika politik di sejumlah provinsi yang menggelar Pilkada serentak.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, menegaskan bahwa MK tetap akan menerima semua permohonan, bahkan jika diajukan melewati batas waktu pendaftaran yang telah ditetapkan.
Menurutnya, prinsip pengadilan adalah tidak boleh menolak perkara yang diajukan oleh masyarakat.
“Prinsipnya ‘kan pengadilan tidak boleh menolak perkara. Nanti tetap kami proses. Nanti akan dipertimbangkan oleh hakim apakah permohonan memenuhi syarat formal atau tidak,” ujar Suhartoyo dalam keterangannya di Gedung I MK, Jakarta seperti dikutip dari Antara, Selasa (17/12).
Suhartoyo juga menjelaskan bahwa keputusan akhir mengenai kelayakan suatu perkara akan ditentukan melalui proses yudisial oleh hakim konstitusi.
Dalam beberapa kondisi tertentu, syarat formal bisa saja dikesampingkan dengan mempertimbangkan kejadian khusus.
“Kejadian khusus bisa kemudian disimpangi berkaitan dengan syarat formal itu. Jadi, kejadian khusus bisa mengesampingkan syarat-syarat formal, tetapi tetap case by case (kasus per kasus), ya, tidak semuanya seperti itu,” tambahnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi yang juga menjabat sebagai Juru Bicara MK, Enny Nurbaningsih, menyampaikan bahwa seluruh permohonan yang telah masuk akan diregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) pada 3 Januari 2025. Proses ini merupakan langkah awal sebelum MK memulai persidangan.
“Semua perkara PHPU (sengketa pilkada, red.) akan segera di-BRPK. Kami akan segera menentukan pembagian per panel, dan sidang akan dimulai awal Januari 2025,” ungkap Enny pada kesempatan yang sama.
Setelah proses registrasi selesai, MK akan menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan panel hakim yang akan menangani setiap perkara.
Sidang perdana untuk sengketa Pilkada 2024 dijadwalkan akan digelar pada awal Januari tahun depan.
Dengan jumlah permohonan yang signifikan, sengketa hasil Pilkada 2024 menjadi perhatian publik.
Hal ini mencerminkan betapa kompleksnya proses pemilihan kepala daerah serentak di Indonesia, serta pentingnya peran MK dalam memastikan keadilan dalam penyelesaian sengketa hasil pemilu.
Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara transparan dan adil demi menjaga legitimasi demokrasi di tingkat lokal.