Jakarta – Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 memuat ketentuan terkait larangan partisipasi pejabat negara dalam pelaksanaan atau menjadi anggota tim kampanye pemilu, sebagaimana diatur dalam Pasal 280 ayat (2) dan (3). Dalam klausul ini, jelas disebutkan bahwa presiden, menteri, dan kepala daerah tidak termasuk dalam daftar pejabat yang dilarang.
Pejabat-pejabat negara yang dikecualikan dari pelarangan tersebut mencakup beberapa instansi, antara lain:
- Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, hakim pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi.
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
- Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia.
- Direksi, komisaris, dewan pengawas, dan karyawan BUMN/BUMD.
- Pejabat negara yang bukan anggota partai politik dan menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural.
Baca Juga : Apakah Presiden Boleh Memihak dan Kampanye?
- Aparatur Sipil Negara (ASN).
- Anggota TNI dan Polri.
- Kepala desa.
- Perangkat desa.
- Anggota badan permusyawaratan desa.
Sanksi bagi pejabat negara yang melanggar larangan tersebut diatur dalam Pasal 280 ayat (4), dengan ancaman pidana maksimum dua tahun penjara dan denda Rp 24 juta untuk pejabat pada huruf a sampai d, dan satu tahun penjara dan denda Rp 12 juta untuk pejabat pada huruf f sampai j. Kepala desa juga dapat dikenakan sanksi serupa jika melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.
Sementara itu, UU Pemilu juga mempertegas bahwa beberapa pejabat negara, termasuk presiden dan wakil presiden, diizinkan untuk melakukan kampanye sesuai dengan Pasal 299 ayat (1). Namun, Pasal ini juga menetapkan syarat-syarat tertentu, termasuk larangan menggunakan fasilitas negara dalam kampanye.
Baca Juga : Rincian Jadwal Pemilu Luar Negeri