Pemiluterang.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak penerimaan gugatan dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 pada sidang pembacaan putusan hari ini. Kasus ini terkait dengan gugatan ulang terhadap syarat usia calon presiden dan wakil presiden yang tercantum dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya telah diubah oleh Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
MK, dalam pertimbangannya, secara mendasar mengonfirmasi bahwa putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum sejak diumumkan dalam sidang terbuka untuk umum, sehingga bersifat final dan mengikat, sejalan dengan sifat putusan MK lainnya.
“Jika dikaitkan dengan ketentuan norma Pasal 10 dan Pasal 47 UU MK serta Pasal 77 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, maka Mahkamah berpendapat Putusan a quo adalah putusan yang dijatuhkan oleh badan peradilan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final,” kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan putusan, Rabu (29/11/2023).
“Terhadap putusannya tidak dapat dilakukan upaya hukum. Hal tersebut dikarenakan, Mahkamah Konstitusi sebagai badan peradilan konstitusi di Indonesia tidak mengenal adanya sistem stelsel berjenjang yang mengandung esensi adanya peradilan secara bertingkat yang masing-masing mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi oleh badan peradilan di atasnya terhadap putusan badan peradilan pada tingkat yang lebih rendah sebagai bentuk ‘upaya hukum’,” sambungnya.
MK juga mencatat adanya pelanggaran etika serius yang melibatkan mantan Ketua MK, Anwar Usman, dalam pembuatan Putusan Nomor 90. Namun, MK menegaskan bahwa hal tersebut tidak otomatis menjadikan putusan tersebut dapat diajukan ulang dengan menggunakan majelis hukum yang berbeda, sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
UU Kekuasaan Kehakiman dianggap sebagai undang-undang yang memiliki cakupan lebih umum daripada UU MK yang menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Prinsip hukum lex specialis derogate lex generali diterapkan, sehingga aturan hukum yang bersifat khusus akan mengungguli aturan hukum yang bersifat umum.
“Pembentukan majelis yang berbeda untuk memeriksa kembali perkara sebagaimana yang dimaksudkan Pasal 17 ayat (7) UU 48/2009 tidak mungkin dapat diterapkan di Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
“Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, di dalam mempertimbangkan dalil permohonan pemohon, khususnya berkenaan dengan inkonstitusionalitas norma sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon, Mahkamah lebih menekankan dengan bertumpu pada UU MK yang bersifat khusus,” pungkasnya.
Baca Juga : Peraturan Baru Cuti Bagi Pejabat Untuk Kampanye Pemilu 2024
Pemohon sebelumnya menggugat dengan alasan bahwa pasal yang disengketakan melanggar prinsip kepastian hukum, dengan merujuk pada pelanggaran etika dalam pemeriksaan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, sebagaimana dinyatakan dalam putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK). Meskipun demikian, MK menyatakan bahwa putusan Nomor 90 tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Perkara nomor 141 telah disidangkan dua kali, pertama pada 8 November 2023, dan kedua pada 20 November 2023. Sehari setelahnya, Ketua MK Suhartoyo membawa berkas tersebut ke Ruang Perpustakaan Hukum (RPH) untuk diproses oleh 8 hakim MK, dengan pengecualian Anwar Usman yang telah dihukum oleh Majelis Kehormatan MK dan dilarang mengadili perkara yang berpotensi konflik kepentingan.
Diketahui dalam permohonannya, Brahma kembali menguji lagi konstitusionalitas Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Adapun MK sudah memberikan makna Pasal 169 huruf q itu menjadi:
Berusia paling rendah berusia 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Brahma mengajukan gugatan ulang dengan harapan yang bisa maju capres/cawapres berusia kurang dari 40 tahun adalah untuk gubernur saja dan tidak termasuk bupati/wali kota.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, jika ketentuan batas usia itu kembali diubah MK, putusannya akan berlaku untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2029.
“Jadi kalau nanti ada perubahan lagi UU sebagaimana diajukan oleh mahasiswa itu, berlakunya nanti di 2029,” kata Jimly di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11).
Jimly berharap Pemilu 2024 berjalan tertib. Jimly menyebutkan semua anak bangsa berperan untuk menyukseskan pemilu.
“Nah, jadi saya berharap kita sebagai anak bangsa, mari kita memusatkan perhatian untuk suksesnya Pemilu. Partai pesertanya sudah jelas, capres-cawapresnya sudah jelas. Yang tidak kita suka tolong jangan dipilih. Jadi harapannya kita fokus saja untuk pemenangan masing-masing,” ujar Jimly.
Baca Juga : Tanggapan KPU Soal 204 Juta Data Pemilih Dijual
Yuk dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari pemiluterang.com. Untuk kerjasama lainya bisa kontak email dan sosial media kami lainnya!
